PilihanIni - Indonesia adalah negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia,
tapi juga sebagai negara paling korup di dunia. Akibat perilaku korup
ini maka uang negara yang tadinya untuk pembangunan menjadi berkurang,
sehingga rakyat menjadi miskin. Secara logika karena penduduk yang
beragama Islamnya terbesar maka orang yang melakukan korupsi tersebut
dapat disimpulkan adalah orang yang beragama Islam.
Dalam khotbah Jum’at yang saya ikuti sering dikupas tentang dosa
besar, anehnya korupsi tidak termasuk dosa besar. Dosa besar katanya
hanya syirik. Saya khawatir kalau fatwa khotib ini terus di sebarluaskan
maka pelaku korupsi tidak akan berhenti di Indonesia. Karena mereka
anggap korupsi hanya dosa kecil yang dapat diampuni begitu saja misalnya
dengan naik haji.
Sebagai bahan pertimbangan, menurut hemat saya korupsi dapat
dikategorikan dosa besar karena akibat perbuatannya telah menyengsarakan
orang banyak. Mohon kiranya dapat diberikan jawaban atas pertanyaan
ini. Ditulis oleh EraMuslim.
Korupsi bisa digolongkan ke dalam varian dari dosa besar, meski tidak
ada dalil yang secara langsung menyebutkannya seperti syirik, zina,
mencuri minum khamar dan lainnya. Mungkin karena di masa Rasulullah SAW
jarang atau bahkan tidak ada kasus korupsi.
Namun secara hukum Islam, kasus korupsi bisa dimasukkan ke dalam jenis khiyanah (Berkhianat).
Karena pada hakikatnya, pelaku korupsi adalah orang yang diberi amanah
oleh negara untuk menjalankan tugas dan disediakan dananya. Tapi
alih-alih tugas dijalankan, justru dananya disikat duluan. Dan amanah
tidak bisa dijalankan.
Sedikit berbeda dengan delik pencurian, di mana ada syarat bahwa
pencuri itu bukan orang yang punya akses ke tempat uang. Dan uang atau
harta itu disimpat di tempat yang aman, tetapi pencuri secara sengaja
menjebolnya, baik dengan merusak pengaman atau mendobraknya. Definisi
pencurian yang disepakati para ulama umumnya adalah:
"Mengambil hak orang lain secara tersembunyi (Tidak diketahui) atau
saat lengah di mana barang itu sudah dalam penjagaan/dilindungi oleh
pemiliknya."
Secara hukum hudud, pencuri yang sudah memenuhi syarat pencurian, wajib dipotong tangannya, sebagaimana firman Allah SWT :
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan itu dan
memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Maidah: 38)
Sedangkan korupsi, karena dilakukan oleh ‘Orang dalam’, maka delik
hukumnya sedikit berbeda dengan pencurian. Namun bahwa dosanya besar,
tentu saja tidak ada yang menentangnya.
Dan secara hukum Islam, meski tidak ada nash Quran dan hadits tentang
bentuk hukuman pelaku tindak korupsi, namun masih ada hukum ta’zir.
Sehingga asalkan sistem dan aparat hukumnya baik, pelaku korupsi tetap
bisa menerima ‘hadiah’ hukuman setimpal. Bahkan bisa dihukum mati juga.
Namun kita semua tahu bahwa sistem hukum di negeri ini sangat-sangat
bobrok. Bukan hanya sistemnya yang parah, tapi yang lebih membuat pilu
justru mental aparatnya, law enforcmennya. Padahal justru aparat hukum
itu yang paling menentukan tegaknya hukum.
Apa yang bisa diharapkan kalau yang jadi maling justru aparat
hukumnya? Apa yang bisa kita harapkan dari lembaga hukum yang dijejali
oleh maling, rampok, pencoleng, bandit, preman, jagoan, jegger, tukang
palak, residivist, penyamun dan tokoh dunia hitam?
Sejuta ceramah di masjid, sejuta fatwa ulama, sejuta undang-undang,
sejuta kutukan akan menjadi tidak ada gunanya, bila aparat penegak hukum
masih dijejali spicies macam itu. Indonesia tetap masih akan menjadi
surga buat para koruptor untuk batas waktu yang tidak ditentukan.
Reformasi, pergantian kekuasaan, munculnya partai-partai, rangkaian
panjang demonstrasi, menjadi tidak ada artinya. Korupsi tetap menjadi
idola bangsa ini, sebuah habit yang berurat akar dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Yang terjadi bukan hilangnya korupsi, tetapi korupsi
bergilir oleh pelaku yang berbeda, bagaikan piala tujuh belasan. Bahkan
dihitung dari nilai yang dikorupsi, angkanya semakin besar.
Jadi meski kita berhasil membuat undang-undang yang memastikan
koruptor dihukum mati, belum tentu korupsi di negeri ini akan segera
masuk kuburan. Selama aparat di lembaga hukum mulai dari yang paling
tinggi hingga yang paling rendah belum dibenahi imannya. Atau kalau
memang sudah tidak ada harapan lagi, dipecat semua atau menunggudikubur
terlebih dahulu. Diganti dengan lapisan orang-orang beriman sekualitas
malaikat yang tidak doyan makan duit. Tapi, di mana bisa kita dapati
orang ‘Aneh’ macam begini di zaman edan ini?
Satu-satunya harapan adalah menyiapkan generasi baru yang tebal
imannya, takut pada Allah dan ngeri membayangkan neraka. Sejak awal
generasi ini harus ditumbuhkan dengan tarbiyah Islamiyah yang lengkap,
sehat, murni dan alami. Bukan tidak mungkin untuk tidak dilakukan,
tetapi masih sedikit yang berpikir kesana.
Semoga Allah SWT segera melahirkan generasi idaman ini, generasi yang
tidak doyan harta, karena imannya sangat tebal dan hanya berharap masuk
surga. Generasi sebagaimana pendahulu kita, seperti Khalifah Umar bin
Abdul Aziz.
3 Komentar
wah wah wah dosa besar ni korupsi
BalasJelas jelas dosa, korupsi sama dengan mencuri tapi caranya berbeda korupsi lebih kejam.
BalasSalam hangat
jelas sudah dosar besar itu, salam
BalasKolom komentar tersedia untuk berdiskusi, berbagi ide, dan pengetahuan antar pengunjung juga Admin. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik. Setialah pada topik apa yang telah dibahas. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap Suku, Agama, Ras, atau Antargolongan tertentu. Terimakasih atas pengertiannya.
Penulisan markup di komentar